ditulis oleh Aditya Pratama..
Dua hari menjelang akhir tahun 2024, Pemerintah memutuskan untuk menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah sebesar Rp500,- per kg, dari sebelumnya Rp6.000,- menjadi Rp6.500,- per kg. Keputusan ini menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat, mengapa hanya HPP Gabah yang mengalami kenaikan? Bagaimana dengan HPP Beras? Apakah akan mengalami penyesuaian atau tetap mengacu pada harga yang berlaku saat ini?
Keputusan ini menjadi perhatian karena biasanya kenaikan HPP Gabah selalu diikuti dengan pengumuman HPP Beras. Hal ini wajar, mengingat HPP Gabah kerap dijadikan acuan dalam menentukan HPP Beras. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, HPP Beras umumnya ditetapkan sekitar dua kali lipat dari HPP Gabah.
Tentu saja, Pemerintah memiliki pertimbangan dalam menetapkan HPP Gabah sebesar Rp6.500,- per kg. Mengapa bukan Rp7.000,- atau bahkan Rp7.500,- per kg? Padahal, dalam berbagai kesempatan, Menko Bidang Pangan, Bung Zulhas, sering menyebutkan bahwa usulan kenaikan HPP Gabah berkisar antara Rp6.500,- hingga Rp7.500,-. Namun, Pemerintah akhirnya memilih angka terendah dari rentang tersebut.
Selain itu, Pemerintah juga memastikan bahwa mulai panen raya mendatang, seluruh hasil produksi petani akan dibeli. Berapa pun jumlah hasil panennya, petani tidak perlu khawatir soal penyerapan oleh pasar. Pemerintah, melalui Bulog, menjamin akan membeli hasil panen dengan harga yang telah ditetapkan. Dengan demikian, petani tidak perlu merasa cemas bahwa hasil panennya tidak akan terserap pasar.
Dengan perubahan status Bulog yang tidak lagi beroperasi sebagai BUMN, diharapkan lembaga ini dapat berperan sebagai offtaker yang profesional dan andal. Bulog kini berfungsi sebagai alat negara yang tidak lagi dituntut mencari keuntungan, tetapi lebih fokus pada upaya mendukung ketahanan pangan. Sebagai lembaga otonom, Bulog diharapkan berperan aktif dalam mewujudkan swasembada pangan nasional.
Inilah alasan mengapa Bulog diminta untuk mengawal penerapan HPP Gabah selama panen raya. Lebih dari itu, Bulog juga diharapkan dapat menjadi motor penggerak dalam membangun kesadaran baru di kalangan pelaku bisnis gabah dan beras, seperti bandar, tengkulak, pedagang, dan pengusaha. Diharapkan, para pelaku usaha ini dapat berbagi keuntungan secara lebih adil dan wajar.
Dalam konteks Sistem Ekonomi Pancasila yang mengedepankan asas kebersamaan dan kekeluargaan, keberadaan pasar bebas (free fight liberalism) serta campur tangan negara yang berlebihan (etatisme) harus dihindari. Selain itu, praktik monopoli, di mana satu perusahaan atau entitas menguasai pasar sepenuhnya, juga perlu dicegah. Monopoli dapat muncul akibat dominasi perusahaan besar, hak eksklusif atas teknologi atau produk tertentu, serta kebijakan pemerintah yang menciptakan ketergantungan pada sumber daya tertentu.
Ketiga ciri negatif dari Demokrasi Ekonomi tersebut harus dihindari. Sebagai gantinya, Demokrasi Ekonomi mengusung semangat kekeluargaan (brotherhood spirit) sebagai prinsip dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa. Di Jawa Barat, misalnya, terdapat nilai-nilai budaya luhur seperti “silih asah, silih asih, silih asuh, dan silih wawangi” yang menekankan prinsip saling mendukung dan berbagi.
Dalam kehidupan nyata, seharusnya tidak ada kelompok yang merasa sebagai “korban pembangunan” dan yang lain sebagai “penikmat pembangunan”. Namun, semangat untuk mewujudkan kesejahteraan bersama masih sebatas teori. Faktanya, masih banyak individu yang terjebak dalam budaya konsumtif dan gaya hidup mewah. Hal ini menjadi bukti bahwa penerapan Ekonomi Pancasila masih belum sepenuhnya murni dan konsisten.
Pergantian tahun sering kali menjadi momen refleksi dan perencanaan ke depan. Setelah melewati tahun 2024, kini bangsa ini memasuki tahun 2025 dengan harapan baru. Ucapan “selamat tinggal 2024 dan selamat datang 2025” bertebaran di media sosial, mencerminkan optimisme masyarakat agar tahun ini menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Langkah Pemerintah dalam menaikkan HPP Gabah di penghujung tahun lalu tentu bukan sekadar formalitas. Kenaikan ini sangat mendesak untuk dilakukan, mengingat sebagian besar petani menggantungkan hidupnya pada hasil panen gabah, bukan beras. Dengan kebijakan ini, diharapkan kesejahteraan petani dapat meningkat.
Pemerintah terus berupaya menjaga stabilitas harga beras dan mendukung kesejahteraan petani melalui kebijakan penyerapan gabah dan beras oleh Perum Bulog. Dengan alokasi anggaran sebesar Rp39 triliun, Bulog diinstruksikan untuk membeli 3 juta ton beras dari petani hingga April 2025.
Menteri Koordinator bidang Pangan, Zulkifli Hasan menegaskan bahwa Bulog wajib menyerap gabah dan beras petani tanpa alasan, mengingat pemerintah telah menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP) sebesar Rp6.500 per kilogram.
Keputusan ini diharapkan dapat memberikan kepastian harga bagi petani dan mencegah jatuhnya harga gabah saat panen raya. Langkah ini juga menjadi bagian dari strategi besar pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan.
“Dengan penyerapan yang optimal, petani akan lebih termotivasi untuk terus menanam, sehingga ketersediaan beras dalam negeri dapat terjaga secara berkelanjutan,” ucapnya di Jakarta, Jumat (31/1/2025).
Selain itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebutkan bahwa hingga Maret 2025, Indonesia diproyeksikan memiliki surplus beras sebesar 2,9 juta ton. “Dengan adanya tambahan penyerapan 3 juta ton beras oleh Bulog, stok beras nasional pada April 2025 diperkirakan akan mencapai 4 juta ton,” tegasnya.
Namun, tantangan dalam penyerapan beras oleh Bulog tidak bisa diabaikan. Sejumlah kalangan menyoroti pentingnya pengelolaan logistik dan penyimpanan yang efisien agar beras yang diserap tetap dalam kondisi baik dan tidak mengalami penyusutan kualitas akibat penyimpanan yang kurang optimal.
Selain itu, Zulhas mengatakan bahwa peran sektor swasta juga menjadi perhatian dalam stabilisasi harga beras. “Pemerintah berharap pelaku usaha swasta ikut serta dalam membeli beras dengan harga yang telah ditetapkan, sehingga kompetisi sehat dalam penyerapan beras dapat terwujud tanpa merugikan petani,” tukasnya.
Semoga kenaikan HPP Gabah kali ini benar-benar membawa manfaat bagi para petani. Bulog diharapkan dapat menjalankan perannya sebagai offtaker yang berpihak kepada petani. Langkah-langkah strategis perlu segera diterapkan agar HPP Gabah benar-benar menjadi berkah bagi kehidupan mereka.