Daerah  

Dua Tahun Taufan Al Aqsho: Refleksi Diri di Tengah Ujian Kehidupan

Oleh: Windo Putra Wijaya

Dua tahun sudah berlalu sejak dentuman pertama Taufan Al Aqsho menggema di langit Gaza. Dua tahun sejak bumi para nabi kembali diselimuti debu, darah, dan doa. Dua tahun sejak dunia menyaksikan, bahwa di balik reruntuhan dan kesunyian, masih ada hati yang tak pernah padam cintanya kepada Allah dan tanah suci-Nya.

Dua tahun berlalu, namun luka itu belum kering. Anak-anak yang kehilangan orang tua, ibu-ibu yang merelakan buah hatinya syahid di pelukan tanah, dan para ayah yang tetap tersenyum meski rumah mereka tinggal puing. Semua itu menjadi saksi bahwa iman tidak pernah mati, bahkan di tengah api dan kehancuran.

Tapi peringatan ini bukan hanya tentang mereka. Ini juga tentang kita. Tentang bagaimana Allah sedang mengajarkan, melalui kisah saudara-saudara kita di Palestina, bahwa setiap kita juga punya Taufan Al Aqsho dalam hidup masing-masing.

Ada yang berperang melawan amarah dan kesedihan, ada yang berjuang di medan ujian keluarga dan kehilangan, ada yang bertahan di tengah godaan dunia yang terus memikat dan mematikan hati.

Kita semua sedang diuji dalam bentuk yang berbeda, tapi dengan makna yang sama; apakah kita tetap berpegang teguh pada Allah, atau tergelincir oleh keadaan.

Kadang kita merasa ujian kita berat. Tapi jika kita menoleh ke Gaza, kita akan belajar arti sabar yang sejati. Mereka kehilangan segalanya, tapi tidak kehilangan harapan.
Mereka dikepung dari segala arah, tapi hati mereka tetap lapang. Mereka dipaksa tunduk, tapi justru semakin tegak dalam sujud.

Dari sana kita belajar, bahwa sabar bukan berarti diam, tapi terus melangkah meski perih. Bahwa tawakal bukan berarti menyerah, tapi tetap berjuang dengan keyakinan bahwa Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya.

Dua tahun Taufan Al Aqsho adalah panggilan untuk membersihkan hati kita dari kelalaian, untuk menundukkan ego, dan menata kembali arah hidup. Sudahkah kita menjadi bagian dari perjuangan itu; dengan doa, dengan kepedulian, dengan istiqamah? Ataukah kita masih sibuk dengan taufan kecil dalam diri yang kita biarkan menghancurkan iman perlahan-lahan?

Hidup memang tidak selalu tenang. Kadang Allah kirimkan badai agar kita kembali berpegang pada-Nya.
Kadang Allah hancurkan sandaran kita, agar kita hanya bersandar pada-Nya. Dan kadang Allah biarkan kita menangis, agar air mata itu membersihkan hati yang lama berdebu.

Maka saat kita memperingati dua tahun Taufan Al Aqsho, marilah kita tidak hanya mengenang luka Palestina, tetapi juga membangkitkan kesadaran untuk memperjuangkan Al Aqsho dalam diri kita, yakni hati yang tetap kokoh dalam iman, meski dunia berusaha meruntuhkannya.

“Dan janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka hidup di sisi Tuhan mereka, mendapat rezeki.” (QS. Ali Imran: 169)

Semoga Allah meneguhkan hati para pejuang di bumi suci, dan meneguhkan pula hati kita dalam menghadapi setiap ujian kehidupan. Karena pada akhirnya, kemenangan bukan hanya milik mereka yang bertempur dengan senjata, tetapi juga milik mereka yang bertempur melawan hawa nafsu dan tetap sabar dalam ketaatan.[]

Letnan Murad, Ilir Timur I
07.10.2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *